Sebelum suku Tolaki mengenal Islam, mereka telah mengenal tuhan dan menyebutnya sebagai Ombu (yang disembah) Ombu di percaya sebagai pencipta alam raya dengan segala isinya baik yang hidup maupun yang mati dipercaya berada diatas langit, sehingga tak asing jika dalam berdoa orang tua dulu sering menengadahkan kepala ke langit dan mengucapkan “poeheno sangia urano lahuene”.
Kepercayaan kuno masyarakat Tolaki bahwa semua jenis benda yang dapat diraba, dilihat dan dirasa, mempunyai “Sanggoleo” atau roh. Maka setiap roh itu dapat menjelma menjadi suatu bentuk serta dapat mempunyai sifat yang sama dengan sifat manusia. Roh yang dalam bahasa Tolaki di sebut “Sangia” diambil dari kata “sanghiang”
Ada beberapa jenis kepercayaan kuno dalam masyarakat Tolaki diantaranya adalah kepercayaan kepada Dewa Poyang Ama (Dewa laki-laki) dan Dewa Poyang Ina (Dewa Perempuan), bisa juga seorang ayah dan Ibu dianggap sebagai Dewa dan menganggap sebagai pencipta manusia, ini dapat dianalogikan dalam bentuk yang sederhana bahwa melalui hubungan bapak dengan ibu manusia itu lahir. Disisi lain bahwa penggunaan kata “Ama” untuk panggilan bapak dan “Ina” untuk panggilan ibu dalam bahasa Tolaki memiliki hubungan erat dengan sistem kepercayaan ini, karena kata Ama dan Ina adalah merupakan nama dari dewa.
Di Jepang di kenal Izanagi dan Izanarni adalah pencipta Moyang dan Poyang. Di bawahnya terdapat lebih 800 dewa, di antaranya: Tsukiyorni Dewi Bulan, Ebisu Dewi Perikanan, Uzuma Dewa Bahagia, dan Amaterasu Omikami Dewi Matahari. Cucunya bernama Ninigi no Mikoto yang berdiri di tepi langit, lalu ia turun dengan tongkat wasiatnya untuk menciptakan kepulauan Jepang. Setelah kepulauan itu tercipta, ia sampai di Pulau Kyushu membawa pedang, dan cermin. Kemudian ia menemukan tujuh putri sedang mandi dan mencuri baju terbang putri bungsu. Ia kawin dengan putri bungsu itu dan salah seorang keturunannya bemama Jimmu Tenno.