Media Sipakainga

TeleVisi Republik Indonesia Makassar media sipakainga, adalah satu-satu nya media vision makassar yang masih menaruh perhatian terhadap penyaluran bakat anak.

Lewat Arena Anak, TVRI ingin mengetuk hati setiap insan bahwa anak mempunyai sisi ingin diperhatikan, tanpa kita sadari kegiatan seperti demikian dapat menumbuhkan rasa percaya diri anak untuk tampil didepan, anak tidak memiliki jiwa kompetisi melainkan jiwa mengemban tugas, mereka akan saling bahu membahu membuat show must go on, apa pun yang terjadi mereka akan tetap melakukannya sampai selesai.
Sore ini seperti biasa arena anak tvri akan on air jam 5 sore, tetapi persiapan nya sudah dimulai sejak jam 3, hiruk pikuk diarea luar studio sudah terasa sorak sorai ibu-ibu penyemangat (suporter) melantangkan nama anak mereka masing-masing, bukan hanya itu, penjual roti, es putar dan fotografer kaki lima pun sorak sorai meneriakkan tawaran produk dan jasa mereka, sepintas terpikir sebenarnya saya berada di pasar atau di studio.
Ruang tunggu tvri tanpaknya sedang direnovasi, kabel bergelantungan disana sini, mirip film george of the jungle akar-akar pohon berseliweran disana sini, saya yakin bukan karena tvri tak terurus tetapi karena padatnya jadwal stasiun relay dan on air tvri makassar sehingga kasat mata seperti tak terurus atau memang tak terurus.

image
Ruang tunggu TVRI Makassar

Televisi kecil ini adalah satu-satu jendela untuk mengintip kejadian didalam studio, padahal dengan duduk-duduk santai di rumah ditemani kopi atau cemilan tanpa harus bejibun di tvri pun bisa, siaran di televisi tersebut sudah buram, suara tidak stereo, jadi rebutan lagi.
Inti nya sebenarnya bukan keluh kesah tapi jeritan hati paling dalam, kapankah media pelat merah ini bisa lebih baik, jangan kesannya asal bisa tayang dan on-air sudah cukup, tvri itu adalah kiblat dari semua stasiun televisi di negara kita tercinta ini, sudah seyogyanya memberikan contoh yang paling kren

image

Untungnya suasana didalam studio tidak seperti pemandangan diluar, pas acara selesai tampak para suporter langsung menerobos masuk keruang studio ada yang selfie, ada yang fotoin anak mereka, ada yang tak mau kalah sama kameramen mengambil video dengan kamera handphone, saya pun tak mau kalah jepret sana sini sambil nyari-nyari posisi fadel dimana dan asli tidak ketemu, setelah bubaran anak-anak dan ortu berhamburan menyambut anak mereka, saya masih mencari fadel dimana? Hahaha, dasar tua bangka mata yang rabun, semua anak terlihat sama.
TVRI memang bukan media hiburan vaforit, tetapi TVRI sudah pasti ditunggu oleh anak taman kanak-kanak, persaingan antar sekolah untuk memberikan suguhan acara terbaik sangat nampak bahkan tiap sekolah punya jargon berupa tarian, nyayian, bahkan hapalan. Yeah inilah kompetisi sekolah.

Kesamaan budaya Tolaki di Nusantara dan Dunia

Sebelum suku Tolaki mengenal Islam, mereka telah mengenal tuhan dan menyebutnya sebagai Ombu (yang disembah) Ombu di percaya sebagai pencipta alam raya dengan segala isinya baik yang hidup maupun yang mati dipercaya berada diatas langit, sehingga tak asing jika dalam berdoa orang tua dulu sering menengadahkan kepala ke langit dan mengucapkan “poeheno sangia urano lahuene”.

Kepercayaan kuno masyarakat Tolaki bahwa semua jenis benda yang dapat diraba, dilihat dan dirasa, mempunyai “Sanggoleo” atau roh. Maka setiap roh itu dapat menjelma menjadi suatu bentuk serta dapat mempunyai sifat yang sama dengan sifat manusia. Roh yang dalam bahasa Tolaki di sebut “Sangia” diambil dari kata “sanghiang”

Ada beberapa jenis kepercayaan kuno dalam masyarakat Tolaki diantaranya adalah kepercayaan kepada Dewa Poyang Ama (Dewa laki-laki) dan Dewa Poyang Ina (Dewa Perempuan), bisa juga seorang ayah dan Ibu dianggap sebagai Dewa dan menganggap sebagai pencipta manusia, ini dapat dianalogikan dalam bentuk yang sederhana bahwa melalui hubungan bapak dengan ibu manusia itu lahir. Disisi lain bahwa penggunaan kata “Ama” untuk panggilan bapak dan “Ina” untuk panggilan ibu dalam bahasa Tolaki memiliki hubungan erat dengan sistem kepercayaan ini, karena kata Ama dan Ina adalah merupakan nama dari dewa.

istilah Poyang juga di kenal di tanah air bahkan di dunia, Poyang di definisikan sebagai po·yang n 1. leluhur; nenek moyang; 2. Mk moyang (orang tua kakek atau nenek); 3. kl dukun; pawang. Pada kepercayaan asli Siam, Dewa Langit dan Bumi disebut Po Yang dan Mo Yang, pada suku Munda disebut Yhaam dan Yheem, dalam kepercayaan Melayu kuno disebut Poyang dan Moyang atau Ame dan Ine, dalam kepercayaan asli Kamboja disebut Poyang Ame dan Poyang Ine, dalan kepercayaan Sunda Kuno disebut Sunan Bapa dan Sunan Ambu, Giok Tie dalam kepercayaan China. Kepercayaan tentang Tuhan langit dan Tuhan bumi ini tersebar luas di muka bumi ini.

Di Jepang di kenal Izanagi dan Izanarni adalah pencipta Moyang dan Poyang. Di bawahnya terdapat lebih 800 dewa, di antaranya: Tsukiyorni Dewi Bulan, Ebisu Dewi Perikanan, Uzuma Dewa Bahagia, dan Amaterasu Omikami Dewi Matahari. Cucunya bernama Ninigi no Mikoto yang berdiri di tepi langit, lalu ia turun dengan tongkat wasiatnya untuk menciptakan kepulauan Jepang. Setelah kepulauan itu tercipta, ia sampai di Pulau Kyushu membawa pedang, dan cermin. Kemudian ia menemukan tujuh putri sedang mandi dan mencuri baju terbang putri bungsu. Ia kawin dengan putri bungsu itu dan salah seorang keturunannya bemama Jimmu Tenno.

Sebahagian cerita rakyat dan mitos hampir memiliki kesamaan dengan yang lainnya, Mitos ini tersebar di seluruh Asia Tenggara, China, Jepang, Korea, dan sekitamya. Di Sulawesi terkenal cerita Ogo Amas, di Jawa cerita Jaka Tarub, di Filipina cerita Poyaka, serta di Sumatera cerita Putri Tujuh. Di Jepang ada cerita Ha Goromo yang kehilangan baju terbangnya; ia menangis dan akhirnya terpaksa menyerah dikawini oleh seorang pemuda pencuri baju terbangnya itu. Namun tatkala ia telah beranak seorang laki-Iaki dan baju­nya ditemukan kembali, ia terbang kembali ke angkasa. Sang suami menyu­sulnya dengan mengendarai seekor burung rajawali.

Tolaki Masyarakat Nomaden yang handal

Tolaki adalah suku yang berada di Sulawesi Tenggara. yang banyak di jumpai di Kendari dan Konawe. Kerajaan Konawe merupakan cikal bakal berkembangnya Suku Tolaki yang pada jaman dahulu kala masyarakat Tolaki pada umumnya adalah masyarakat nomaden yang handal, mereka hidup dari hasil berburu, yang dilaksanakan secara gotong-royong.

Makanan khas suku tolaki berbahan dasar sagu yang merupakan budaya turun temurun, yang hingga saat ini masih dapat diperoleh asli dari alam. Masakan asli Suku Tolaki sebelum mereka mengenal bercocok tanam adalah sagu yang telah di sajikan dan di ramu sedemikian rupa yang bernama Sinonggi.

Sungai yang besar dan terpanjang di Kendari bernama Sungai Konawe yang membelah daerah ini dari barat sampai ke selatan menuju ke selat kendari merupakan sumber air utama untuk irigasi pengairan sawah dan ladang

Salah satu Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo yang berarti delapan hari. Masyarakat Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunan Selatan yang sudah berbaur dengan penduduk setempat, bahkan sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran dan kajian ilmiah tentang hal tersebut.

Nama besar Haluoleo di dedikasikan untuk nama sebuah universitas negeri di kendari dan bandar udara Kendari yang dulunya bernama Lanud Wolter Mongon sidi berubah menjadi Bandara Haluoleo, penamaan tersebut merupakan sebuah pengenalan identitas lokal.

Suku Tolaki memiliki beberapa rumpun bahasa dan dialeg yang mencerminkan kekayaan dan ke indahan bahasa, keragaman tersebut diantara nya adalah :

Asera, Bungku, Bahonsuai, Kulisusu, Konawe, Kodeoha, Laiwui, Mekongga,  Moronene, Mori Bawah, Mori Atas,   Wiwirano, Padoe, Rahambuu, Tomadino, Tolaki, Wawonii, Waru, dan masih banyak lagi.

Dulu beda loh?

Kala kecil dulu saya menghabiskan waktu bermain di luar rumah sepulang sekolah langsung ganti pakaian dan pergi bermain dengan teman-teman entah kemana saja, sungai, gunung, hutan dlsb, biasanya pulang disore hari langsung dapat wejangan dan komat-kamit ortu, biasanya juga dijemput ortu ke tempat bermain lengkap dengan sabetan rotan dibetis.
Akan tetapi sangat berbeda dengan anak-anakku saat ini, hampir seharian menghabiskan waktu di kamar nonton sambil maen game di gadget, sepulangnya sekolah jadwal tontonan sudah di booking, sampai malam hari itu pun jika hendak tidur harus berdiplomasi dulu dengan mereka dan terkadang bikin naik pitam! Dalam hati duh… Mungkin ortuku kala itu mempunyai pemikiran yang sama dengan saya, hanya saya lebih memilih mencubit ketimbang sabet rotan! Ntar dikira klinik bekam yang gratis sabet rotan.
Televisi di rumah, saya menggunakan paket TeleVisi On Demand plus Video On Demand heheh bukan ngiklanyah hanya menginfokan, acara televisi bisa kami putar balik, nah apesnya acara NickLedeon itu bisa di rewind bahkan sampai satu minggu ke belakang, coba saja mulai dari Rabbit Invation, Paw Patrol dll, itu bisa di kilas balik, terus papa dan mamanya kapan nonton :v satu-satu nya acara TV sempat di putar ulang dan kesukaan mamanya yang lagi demam sinetron turki Sheh Rasad itu pun putarnya kala anak-anak sudah tidur, hahaha nyaris saya tidak mengikuti bagaimana jalan cerita sinetron itu, tampak istriku sesekali menyanggah jika saya banyak bertanya “jan’ ki ribut deh” yah saya hanya menikmati kecantikan para pemainnya saja, dan salut se salut-salutnya sama team sensor indonesia, hampir dari awal sampai akhir cerita, bagian dada di sensor :v kan esensi dari film itu berkurang, jangankan itu sangking kreatifnya tuh tukang sensor Sendi teman sponge bob dadanya disensor juga kala berada di dalam botolnya hahahah.
Tetapi satu hal yang ingin saya pertegas disini bahwa jaman dulu berbeda dengan jaman sekarang, bahkan kami para orang tua salah dimensi waktu untuk menerapkan gaya didikan jaman kami masih kecil dulu, pertama adalah lahan bermain di luar sudah semakin sedikit sehingga gadget menjadi alat bermain yang efektiv tetapi sangat bermasalah sengan sel motorik bahkan pola pikir anak. Yang kedua, ini adalah jaman sosialisasi melalui media segala sesuatu cara berkomunikasi menggunakan sosial media, bahkan curhat sampai kerjain tugas sekolah menggunakan sosial media, serta gadget yang mendukung pun makin murah, coba bandingkan di jaman kita dulu. Nah yang ke tiga, peran orang tua dan guru, jaman dulu kalau kita berbuat kesalahan lantas dihukum oleh guru jangan sampai orang tua kita tau, itu bisa berabeh, bisa dapat tambahan sabetan rotan itu dirumah, coba lihat sekarang wah bisa dilaporin itu guru ke polisi heheh.
Akhir kata mari kita belajar tuk menjadi lebih ke-kinian dengan membawa pesan moral dari dulu kala.

Flash back masa hidup

Mengulang sks perkuliahan adalah kesempatan memperbaiki nilai hasil akhir sebuah mata kuliah, ulang tahun seyogyanya adalah kesempatan mengulang kembali coba-cobaan yang belum diperbaiki.

Hari ini saya ganjil genap berusia Tiga Enam tahun, tak terasa semasa dipangkuan ibunda dan panda saya ditimang, dibelai, penuh dengan kasih sayang, bahkan sampai detik ini pun kasih orang tua tak pernah putus, dikala saya sakit atau kesusahan saya pasti kembali ke pangkuan mereka.
Sudah 36 tahun pula kakek, ayah dari ayahku berpulang kepangkuan ilahi, sedikit cerita tentang kakek Sujud Chudasih, beliau meninggal bertepatan dengan hari kelahiranku, ayahku berangkat ke ujungpandang (Makassar) untuk mengikuti prosesi pemakaman kakek di pemakaman umum panaikang, pada saat itu pula di sore harinya di kolaka tepatnya di desa balandete saya lahir tanpa di saksikan oleh ayah, duka bercampur suka, rasa duka yang mendalam keluarga terobati dengan kelahiranku, sehingga saya pun dijuluki titisan atau rehinkarnasi maklum keluarga kejawen masih percaya dengan istilah titisan.
Semasa kecil perlakuan saya tidak jauh beda dengan anak-anak lain dikampung, balapan sepeda, mandi di sungai, cari udang disungai, panjat pohon lobe-lobe, patte burung cui-cui, bahkan turunkan pembatas mesjid dikala orang lagi shalat 😀 sungguh bukan perbuatan terpuji, tapi itulah masa kecil saya, yang sangat jauh dari kata tidak bahagia. Mari kita bandingkan dengan anak-anak sekarang, mereka hanya bisa bermain di gadget.
Merantau ke makassar adalah pilihan terbaik saya kala itu, setelah menyelesaikan sekolah teknik menengah di kendari yang berkonsentrasi di teknik elektro, saya mencoba peruntungan tuk masuk ke salah satu universitas swasta muslim saat itu, saya tidak ingin ikut UMPTN karena saya sadar diri bahwa STM kala itu bukan tandingan tuk berkompetisi di kancah universitas.Tapi lain kata lain perbuatan orang tua berkata lain dan mencoba menghubungi kawan nya yang seorang dosen di UNHAS dan menyarankan saya masuk ke Ekstensi yang baru berumur jagung, waktu itu saya angkatan tahun ke 5.
Singkat cerita saya menyelesaikan pendidikan dengan gelar Sarjana Teknik, ada yang bilang Sarjana Tonji. Suatu kesyukuran kala itu saya bertemu dengan seorang gadis cantik di kampus yang saya persunting tuk menjadi pendamping hidup, 3 orang anak laki-laki menghiasi rumah tangga kami.
Kutu loncat julukan diriku, tak ada pekerjaan tetap di 5 perusahaan selama 13 tahun malang melintang sistem negara yang memaksakan saya tuk menjadi budak di tanah air sendiri, dan akhirnya menjadi pengangguran juga. Hanya doa yang bisa terucap di hari kelahiran, semoga esok ada rencana besar yang akan menghampiri saya, Amin…

Tatkala Revolusi-mental menuju Mentalis

Owyeahhh… netizen rame bahas tentang Revolusi mental, dalam bahasa jawa “mental” itu terplanting, sing mental, kuwi sing kliru tafsire *gubrag.
Yah gag usah di bully-lah, mikir positif ajah, bukan masalah kontent dan desain yang membuat geli sebenarnya, tapi hostingnya iku piye toh, sampe gag kuat gitu, ini web berkontent negarawan lah kok bgitu, saya rasa biayanya pun pasti banyak nol nya, maksudnya nol nya berderet. Yah sudah cukup satu paragraf saja curhatan ini, saya mau tidur sudah jam 1:30 menjelang dini hari.