( gambar dari http://panyingkul.com )
Makassar adalah kota sejarah,
Makassar adalah tempatnya para pejuang,
Makassar adalah tempatnya para investor 😛
Nah kalimat yang terakhir saya sangat tidak suka, karena semua investor yang masuk ke makassar adalah para perusak sejarah makassar, sejarah di jaman sekarang hanya bisa di tandai dengan icon, tempat dan kultur, jangan membuat semua tanda-tanda itu menjadi sejarah pula.
Sudah banyak orang-orang yang membicarakan hal ini, termasuk teman-teman kantorku, bahwa Benteng Somba Opu akan di jadikan obyek wisata, waterboom, sudah cukup ada DUPANG a.k.a Dunia Pangkep, di manakah letak ke egoisan pemimpin-pemimpin makassar ini, bagaimana kita akan menjelaskan kepada para wisatawan dan wisatawati atau kepada anak-anak kita, bahwa lokasi tempat bersejarah makassar benteng somba opu sudah tinggal munumen saja, “nah itu dia monumennya !! adalah Biang Lala”, kan sangat tidak lucu, apa kata anak ku nanti ooooo ini kah yang disebut Benteng, kok malah mirip BAK MANDI besar. anak anak kita akan kehilangan sejarah karena hanya akan di suguhkan dengan monumen yang disamping nya ada Bak mandi.
mari kita sedikit menoleh ke belakang….
Sejarah
Benteng Somba Opu dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matanre tumaparisi Kallonna pada abad ke XVI (1550 1650), yang merupakan Kerajaan Gowa dan salah satu kota Bandar terbesar di Asian Tenggara pada masanya.
Benteng Somba Opu merupakan peninggalan sejarah kerajaan perkasa masa lalu di Sulawesi Selatan, sekarang kawasan ini dijadikan pusat budaya miniature Sulawesi Selatan dan telah dibangun berbagai rumah adat tradisinal dari semua suku/etnis yang ada disana (Sulsel). Dimana semua rumah dapat menggambarkan budanya masing-masing.
Masa kini
Benteng somba opu adalah tempat rekreasi budaya, kita akan disuguhkah beberapa ciri Makassar tempo dulu, dan beberapa profil budaya makassar, saya pernah kesana berwisata dengan teman-teman Komunitas Blogger Makassar ber wisata sejarah, saya baru tau ternyata makassar terbentuk dari keanekaragaman suku mulai dari Makaasar, Bugis, Mandar sampai Toraja, seandai nya tempat bersejarah ini hilang di telan masa, maka semua kenangan akan sirna, di saat kita wafat nanti anak-anak kita akan kehilangan jati diri dan hanya akan terlongo-longo mendengarkan cerita teman-teman kita yang masih hidup, dan di anggapnya semuanya hanyalah dongen nina bobo mereka.
Akhir kata,
Hai Pemerintah janganlah engkau mengambil Jiwa Kami, demi sebuah keserakahan dan kesombongan mu akan harta dan ketenaran, tetapi engkau lupa akan siapa dirimu dan siapa nenek mu.
Link terkait :
– http://daenggassing.com/2010/12/06/dialog-iblis-dan-malaikat/
– http://www.explore-indo.com/industri-pariwisata/256-benteng-somba-opu.html
begitulah..:(
kota kita memang banyak dibangun dengan pondasi kapitalisme yang menggerus nilai-nilai budaya.
buat saya, apa gunanya jadi kota modern kalau jejak rekam sejarahnya menghilang begitu saja..?